Sunday, May 13, 2012

A Love-Hate Relationship with X


Lagi-lagi, my black-hearted feeling menginspirasi untuk membuat tulisan. Lagi. Oh my ==”

* * *

Hubungan ini, kira-kira namanya apa ya? Sebuah hubungan cinta-benci, mutualisme-parasitisme, putih-hitam mungkin?

Mungkin kata-kata itu yang bisa menggambarkan hubungan ini dengan sebuah perkumpulan (yang mulai sekarang akan kita sebut dengan kata “X”).

* * *

Kalau bisa dibilang cinta, maka aku dengan bangga akan berkata, bahwa aku sangat, amat, mencintai X selalu.

Semua kisahku berawal dari X. Semua kenangan manisku berawal dari X.

Mulai dari masuk X untuk yang pertama kali, cepat-cepat menyelesaikan ujian yang hanya ada di X, menangis karena tidak bisa mendapatkan “sesuatu” di X bersama yang lainnya (sampai harus mengeluhkan kepada ketua X), sampai pada sebuah masa transisi dimana aku dan teman-teman, bukan, KELUARGA, menyambut dan mengurus para calon yang baru, membuatnya senyaman mungkin.

Kuakui, memegang peranan penting di X bukanlah hal yang mudah. Semuanya susah, sulit, dan njelimeti,  sampai terkadang membuat tekanan batin tersendiri (hehe). Apalagi posisi yang kupegang ini, meski bukan sebagai ketua yang tentu saja memegang kendali utama, tapi aku memiliki kuasa mengenai kegiatan-kegiatan yang ada di X. Bangga? Pasti! Sombong? Boleh kan? Hehe...

Awal-awal kebersamaan kami sebagai keluarga, bisa dibilang, penuh dengan tantangan. Dimulai dari mengurus sebuah acara untuk mengubah status para calon ini sebagai anggota resmi X, dimana kita harus bertaruh dan menantang nasib kita terhadap sang mother nature, walaupun pada akhirnya kita harus kalah dengan telak dan menyakitkan, sehingga semua persiapan yang telah dilakukan harus dirombak ulang. Tapi kau tahu? Di balik kekalahan itu, tersimpan sejuta kenangan aneh, unik, ajaib nan manis yang ada, entah itu mandi hanya sekali (saking tidak ada waktu), mengatasi kekalahan kita terhadap alam bersama-sama, melihat tingkah laku unik calon-calon yang baru, serta, tentu saja, menangis ketika semuanya bermasalah.

Lalu kegiatan yang harus menjelajahi, naik dan turun gunung berpuluhkilometer jauhya, dengan persiapan yang serabutan banget, tapi pada akhirnya, bisa dan sukses untuk dijalankan. Lalu kegiatan dimana aku dan yang lainnya harus menjelajahi pelosok kotaku dan sekitarnya dengan satu tujuan : cari uang! Intinya, semua kegiatan yang, meski pada awalnya sangsi apakah bisa dijalankan, namun pada akhirnya berjalan dengan sukses, meski harus diiringi dengan tangisan dan amarah, namun akhirnya dihiasi dengan pengalaman unik, gaje, menyenangkan dan tidak terlupakan. Alhamdulillah J

Eits, jangan lupakan hal ini: kegiatan rutin. Kegiatan yang sudah (sedang? Atau justru belum sama sekali?) direncanakan akan dilaksanakan setiap minggunya oleh kami, sang pemegang kuasa dalam hal kegiatan. Tentu saja, pekerjaanku yang satu ini ditemani oleh partner yang juga berkualitas, begitu care terhadap para anggota resmi kita, dan tentu saja memiliki inovasi yang brilian, sangat brilian, sehingga benar-benar meningkatkan dan memajukan kualitas X. Sebuah kombinasi partner, yang menurutku, sangat akur, sangat memahami satu sama lain, dan sama-sama keren (oke, ini terlalu memuji diri sendiri ==”)

Singkatnya, setelah sekian lama berada di X, aku benar-benar merasakan arti kekeluargaan dan kebersamaan yang sebenarnya. Tertawa bersama, marah bersama, menangis bersama, rasanya benar-benar erat! Harapanku, tentu saja, agar banyak kenangan manis yang bisa dibuat untuk menghapus kenangan buruk yang ada.

Tapi sayang, harapan itu tidak terwujud. Yang ada, justru kebalikannya, hal yang benar-benar memaki, mencaci dan mencemooh semua hal-hal manis yang pernah ada.

* * *

Kalau bisa dibilang benci, maka aku dengan lantang mengatakan bahwa aku membenci X, meski tidak selalu.

Meski skala benciku tidak melebihi skala cintaku, namun harus kuakui, bahwa akhir-akhir ini, kedua skala tersebut sama imbangnya.

Kenapa?

Semua berawal dari sebuah perpisahan dengan partner yang, bisa dibilang, benar-benar aku kagumi dan hormati. Mulai dari miskomunikasi yang berujung ke saling caci dan maki mengenai diri masing-masing, hingga perbuatannya yang, berani kubilang, mengkhianati X, mengkhianati keluargaku, dan tentu saja, mengkhianatiku. Praktis, dengan raibnya eksistensi dia, maka kinerjaku menurun jauh, drastis, jatuh ke dasar jurang yang tidak berujung (apakah kata-kata ini terlalu hiperbola?).

Setelah itu, semua berubah. Tidak ada yang sama.

Konflik kecil-kecilan mulai muncul di keluargaku ini. Banyak keegoisan yang muncul di sana sini, dari semua kalangan dan pihak. Saking banyaknya konflik yang muncul, aku sampai harus mengadu (dan menangis, lagi, yeah, aku memang cengeng) kepada sahabat dari partnerku, bahkan hingga ke ketua. Sayang, bukan respon dan balasan yang baik yang ku terima, namun justru sikap acuh tak acuh yang aku dapatkan.

Ketika aku benar-benar merancang dengan matang, partner ku mengubah semuanya. Ketika aku ingin ikut mendapatkan “sesuatu yang lebih tinggi”, aku tidak bisa karena kewajibanku sebagai pemegang kuasa kegiatan tidak bisa kutinggalkan seenaknya. Ketika aku benar-benar tidak bisa mengikuti kegiatan yang ada, justru tidak ada rasa pemahaman dari keluargaku ini. Ketika semua membahas kegiatan yang tidak bisa kuikuti dan aku bertanya mengenai itu, justru jawaban yang bercanda dan sindiran yang aku dapat. Ketika partner ku akhir-akhir ini tiba-tiba muncul begitu saja, meski semua mengeluh namun toh keinginannya tetap dituruti, sedangkan keinginanku tidak dipedulikan sama sekali. Ketika semuanya bersenang-senang, termasuk partner ku, tidak ada satupun keluargaku yang mengerti kondisiku, setidaknya merasa simpatik, justru larut dalam kesenangan yang mereka buat.

Aku memang tidak bisa menyembunyikan rasa kebencian ini dengan baik. Tapi, entah kenapa mereka tidak menyadarinya. Atau mungkin mereka menyadarinya, namun hanya diam saja? Tidak berbuat apa-apa? Kecewa, kecewa.

Aku benci dengan keegoisan yang akhir-akhir ini muncul. Aku benci dengan kemunculan partner yang mengambil alih semua yang telah disusun dengan rapi. Aku benci dengan sikap keluargaku yang tidak memahamiku. Aku benci dengan kesenang-senangan yang mereka alami, sedangkan aku larut dalam kemurkaan yang mendalam. Dan, yang paling penting, aku benci pada diriku sendiri, yang dengan teganya memiliki perasaan benci untuk keluarga yang aku cintai.

Sejak kapan? Aku bahkan tidak menyadari bahwa perasaan benci ini diam-diam menyelinap di lubuk hati yang paling dalam. Apakah aku sudah termakan oleh cacian partner ku? Atau aku sudah termakan oleh suasana negatif yang ada? Atau karena aku kecewa, sangat amat kecewa berat, dengan perubahan di keluargaku ini?

Singkatnya, aku menyadari sisi gelapku tentang X, sebuah sisi egois yang benar-benar aku benci dengan sepenuh hati, yang pada akhirnya menggerogotiku perlahan-lahan dari dalam.

* * *

Damn. Kalau seperti ini terus, lama-lama bisa muncul kepribadian ganda. Calon psikopat? No way! Siapa yang mau coba?

Tentu saja, aku ingin merubah. Semuanya. Meski tidak bisa kembali lagi seperti dulu, namun  setidaknya aku, ya, AKU, ingin merasakan kebahagiaan yang dulu. Kembali berkumpul dan bersenang-senang dengan keluargaku. Benar-benar merasakan arti kekeluargaan dan kebersamaan yang sesungguhnya

Permohonanku memang cukup egois.
Aku ingin kembali akur dan bekerja sama (juga saling memahami) dengan partnerku.
Aku ingin menghilangkan rasa egois di diriku dan keluargaku.
Aku ingin dipahami oleh keluargaku mengenai kondisiku.
Aku ingin agar keluargaku bersedih ketika aku tidak ada.
Aku ingin menjadi orang yang penting dan berkesan dalam keluargaku.
Aku ingin agar rasa kebencianku bisa dihilangkan oleh keluargaku.
Aku ingin meminta maaf pada keluargaku yang telah merasakan kebencianku.

Egois. Memang sungguh egois. Yah, namanya juga manusia yang banyak salah dan dosa.

Aku harap, permohonanku ini bisa terkabul. Usaha? Sudah kuusahakan, meskipun hasilnya selalu percuma dan sia-sia. Bekerja lebih keras? Sekeras apa lagi aku harus bekerja?

Dear God, please do make my wish, my egoistic and selfish wish, come true. Amin.

2 comments:

  1. Cemunguuuttt ya buuuk~ hehehe
    I'll Help your dream be true...
    Don't forget to pray... Only for Allah SWT... Aamiin...:)

    ReplyDelete
  2. sabar ya Salma-chan~ Allah tidak buta. . . Dia pasti tau kondisimu :)

    ReplyDelete